Take a fresh look at your lifestyle.

Surat Terbuka Alumni ISBA: Saatnya Asrama Jadi Aset Provinsi, Bukan Sumber Fragmentasi

Refleksi Sejarah ISBA: Alumni Minta Pengelolaan Asrama Beralih ke Pemerintah Provinsi

0 37

PANGKALPINANGPOST.COM (Bangka Belitung) — Polemik Asrama Ikatan Mahasiswa Bangka (ISBA) kembali mengemuka ke ruang publik. Kali ini, dorongan perubahan datang dari refleksi historis dan moral yang disampaikan secara terbuka oleh alumni ISBA, Zamhari  Alparizhi, melalui surat resmi yang ditujukan kepada Bupati Bangka tertanggal 20 Desember 2025.

Dalam surat bernada reflektif namun tegas itu, Zamhari mengajukan satu usulan strategis: pengelolaan dan kepemilikan Asrama ISBA sudah saatnya dialihkan dari Pemerintah Kabupaten Bangka ke Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Usulan tersebut bukan tanpa dasar, melainkan berpijak pada sejarah panjang ISBA, realitas sosial hari ini, serta prinsip keadilan dalam tata kelola aset publik.

ISBA, sebagaimana diuraikan dalam surat tersebut, lahir jauh sebelum Bangka Belitung berdiri sebagai provinsi.

Sejak awal, organisasi ini tidak pernah dimaksudkan sebagai milik eksklusif satu wilayah administratif.ISBA hadir sebagai ruang kultural dan simbol persatuan mahasiswa Bangka di perantauan—wadah pembentukan karakter, solidaritas, dan kesadaran kolektif lintas daerah.

Namun perubahan struktur ketatanegaraan pasca terbentuknya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung membawa konsekuensi administratif yang tidak selalu sejalan dengan realitas sosial.

Kabupaten dan kota kini berdiri sebagai entitas otonom, sementara provinsi berfungsi sebagai payung bersama.

Di titik inilah, menurut Alparizhi, muncul ketidaksinkronan antara status hukum Asrama ISBA sebagai aset Kabupaten Bangka dengan fungsi sosialnya yang bersifat lintas kabupaten/kota.

Fakta lapangan menunjukkan, penghuni Asrama ISBA berasal dari berbagai daerah di Bangka Belitung.

Kondisi ini, dalam perjalanan waktu, justru melahirkan gesekan-gesekan kecil berbasis identitas administratif, terutama soal perbedaan domisili dan KTP.

Situasi tersebut dinilai bertentangan dengan ruh awal pendirian ISBA sebagai rumah bersama mahasiswa Bangka Belitung.

Peristiwa yang terjadi di Asrama ISBA Yogyakarta beberapa waktu lalu disebut sebagai “alarm sosial”.

Bagi Alparizhi, insiden itu bukan sekadar konflik internal, melainkan sinyal kuat bahwa pola pengelolaan berbasis kabupaten sudah tidak relevan dengan dinamika sosial Bangka Belitung hari ini.

Dalam perspektif pemerintahan, ia menegaskan bahwa aset publik tidak semata dinilai dari aspek kepemilikan hukum. Asas kemanfaatan, keadilan, dan kepantasan pengelolaan harus menjadi pijakan utama.

Karena itu, pengambilalihan oleh Pemerintah Provinsi dipandang sebagai langkah rasional dan berkeadaban, bukan penghapusan sejarah Kabupaten Bangka.

“Pengalihan ini justru menempatkan aset sesuai fungsi sosialnya,” tulis Alparizhi. Pemerintah Provinsi, sebagai representasi seluruh kabupaten dan kota di Bangka Belitung, dinilai memiliki legitimasi paling tepat untuk mengelola asrama yang dihuni mahasiswa lintas daerah.

Ia juga merinci sejumlah dampak positif jika status aset dialihkan ke provinsi.

Pertama, tidak lagi muncul perdebatan soal asal-usul mahasiswa berbasis KTP.

Kedua, pengelolaan asrama menjadi lebih inklusif dan adil.

Ketiga, beban anggaran tidak lagi ditanggung sepihak oleh Kabupaten Bangka.

Keempat, ISBA dapat kembali pada hakikatnya sebagai rumah besar mahasiswa Bangka Belitung, bukan simbol fragmentasi wilayah.

Menariknya, Zamhari menegaskan bahwa pengalihan aset tidak harus diikuti perubahan nama ISBA.

Nama tersebut dinilai sebagai warisan sejarah yang patut dihormati. Penyesuaian administratif, seperti atribut atau simbol kelembagaan, dianggap cukup dilakukan tanpa mengubah makna dan tujuan besar organisasi.

Surat itu ditutup dengan ajakan meninggalkan ego kedaerahan sempit dan mengedepankan kebesaran jiwa dalam melihat persoalan lintas batas administratif. Menurutnya, Bangka Belitung membutuhkan kepemimpinan yang mampu membaca persoalan secara utuh demi harmoni sosial dan masa depan generasi muda.

Surat terbuka ini turut ditembuskan kepada Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Ketua DPRD Kabupaten Bangka, serta Alumni ISBA se-Indonesia, menandakan bahwa isu Asrama ISBA bukan persoalan lokal semata, melainkan kepentingan kolektif mahasiswa dan alumni Bangka Belitung di perantauan.

Kini, bola berada di tangan para pemangku kebijakan: apakah Asrama ISBA akan tetap dikelola dengan paradigma lama, atau diubah menuju tata kelola yang lebih inklusif dan sesuai dengan realitas Bangka Belitung hari ini. (KBO Babel)

Leave A Reply

Your email address will not be published.