Take a fresh look at your lifestyle.

Rentetan OTT Jaksa, ICW Kritik Keras Kinerja Jaksa Agung ST Burhanuddin

ICW Nilai ST Burhanuddin Gagal Reformasi Kejaksaan, Tujuh Jaksa Terjerat OTT KPK

0 7

PANGKALPINANGPOST.COM, JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Jaksa Agung Sanitiar (St) Burhanuddin gagal melakukan reformasi menyeluruh di tubuh Kejaksaan Agung. Penilaian tersebut muncul setelah sejumlah jaksa kembali terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meski agenda pembenahan internal terus diklaim berjalan sejak Burhanuddin menjabat pada 2019. Senin (22/12/2025)

Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, menyebut sepanjang kepemimpinan St Burhanuddin sedikitnya tujuh jaksa telah ditangkap karena kasus korupsi. Fakta itu, menurut ICW, menjadi indikator kuat bahwa reformasi yang digaungkan belum menyentuh akar persoalan integritas penegak hukum.

“Sejak St Burhanuddin diangkat sebagai Jaksa Agung pada 2019, terdapat tujuh jaksa yang ditangkap akibat melakukan korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa Jaksa Agung gagal melakukan reformasi Kejaksaan,” kata Wana dalam keterangan tertulis, Minggu (21/12/2025).

ICW juga menyoroti penanganan kasus jaksa yang terjaring OTT KPK di Banten. Wana menilai terdapat potensi dualisme loyalitas di internal KPK, khususnya karena sebagian pimpinan KPK memiliki latar belakang sebagai jaksa. Gejala itu, kata dia, terlihat ketika KPK menyerahkan berkas perkara jaksa yang terjaring OTT kepada Kejaksaan Agung.

“Padahal, KPK memiliki kewenangan yang jelas untuk menangani perkara korupsi yang melibatkan penegak hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a Undang-Undang KPK,” ujarnya. Menurut ICW, penyerahan penanganan perkara tersebut berpotensi melemahkan independensi proses hukum dan membuka ruang konflik kepentingan.

Selain itu, ICW menilai minimnya transparansi dalam penanganan perkara korupsi di internal penegak hukum dapat membuka peluang praktik transaksional. Wana mengatakan, proses hukum yang tertutup menciptakan kondisi rawan penyalahgunaan kewenangan, mulai dari pemerasan hingga kesepakatan tidak sah untuk menghentikan atau melemahkan perkara. Praktik semacam itu dinilai bertentangan dengan prinsip penegakan hukum yang bersih dan berintegritas.

Lebih lanjut, ICW mengingatkan bahwa penanganan kasus jaksa korupsi oleh Kejaksaan Agung berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan melokalisir perkara.

“Penting untuk dipahami bahwa OTT merupakan langkah awal untuk mengembangkan perkara yang berpotensi melibatkan aktor lain,” ucap Wana.

Karena itu, ICW mendorong agar KPK tetap memegang kendali penuh atas perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.

Sebelumnya, KPK menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara, Albertinus P Napitupulu, Kepala Seksi Intelijen Asis Budianto, serta Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Taruna Fariadi sebagai tersangka. Ketiganya diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, dan ditetapkan sebagai tersangka usai OTT pada Sabtu (20/12/2025).

Terkait OTT KPK di Banten, KPK menyerahkan jaksa yang terjaring kepada Kejaksaan Agung dengan alasan Kejagung telah lebih dulu menerbitkan surat perintah penyidikan dan menetapkan jaksa tersebut sebagai tersangka. Langkah ini menuai kritik dari kalangan pegiat antikorupsi karena dinilai berpotensi melemahkan pengusutan perkara.

Sementara itu, Kejaksaan Agung menyatakan mengapresiasi langkah OTT yang dilakukan KPK terhadap jaksa. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menyebut tindakan tersebut sejalan dengan upaya internal Kejagung membersihkan aparat yang bermasalah.

“Kami mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi karena ini merupakan koordinasi, sinergi, dan kolaborasi untuk membersihkan jaksa-jaksa yang bermasalah,” kata Anang di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2025).

Anang juga menegaskan, khusus untuk kasus jaksa di Hulu Sungai Utara, Kejaksaan Agung tidak akan melakukan intervensi.

“Kejaksaan mendukung langkah proses hukum yang KPK lakukan dan tidak akan menghalangi-halangi,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (21/12/2025).

ICW menegaskan, pembenahan Kejaksaan tidak cukup hanya dengan penindakan setelah kasus terjadi, melainkan harus dibarengi perbaikan sistem pengawasan, transparansi penanganan perkara, serta evaluasi menyeluruh terhadap promosi dan mutasi jaksa. Tanpa langkah struktural dan keterbukaan kepada publik, kasus serupa dinilai akan terus berulang dan merusak kepercayaan masyarakat.

ICW pun mendesak Presiden untuk mengevaluasi kinerja Jaksa Agung demi memastikan agenda reformasi penegakan hukum berjalan konsisten, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan publik. Ke depan, pengawasan eksternal dan peran masyarakat sipil dinilai krusial untuk mengawal komitmen pemberantasan korupsi secara berkelanjutan dan tanpa kompromi politik. (Sumber: Kompas, Editor: KBO Babel)

Leave A Reply

Your email address will not be published.