Prof Udin Diperiksa KPK, BP3L Bantah Pungutan Lada Rp35 Ribu per Kg
Ketua BP3L Babel Akui Ada Pungutan IG Lada, Tegaskan Hanya Rp350 per Kg
PANGKALPINANGPOST.COM, Pangkalpinang – Pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Prof. Saparudin atau Prof. Udin, mantan Direktur PT Bumi Bangka Belitung Sejahtera (BBBS), terkait dugaan pungutan liar dalam tata niaga lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) semakin menjadi perhatian publik. Informasi tersebut dibenarkan oleh Ketua Badan Pengelolaan, Pengembangan, dan Pemasaran Lada (BP3L) Babel, Rafki Hariska. Selasa (23/12/2025)
Rafki menyatakan pemeriksaan oleh KPK telah dilakukan jauh sebelum tahapan Pilkada ulang di Bangka Belitung dimulai. Ia menegaskan bahwa isu tersebut bukanlah hal baru dan sudah bergulir sejak Prof. Udin masih menjabat sebagai Direktur BUMD PT BBBS.
“Pemeriksaan itu sudah lama, sebelum Pilkada ulang. Jadi jangan dipelintir seolah-olah ini baru,” kata Rafki saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Selasa (26/8).
Namun demikian, Rafki dengan tegas membantah tudingan adanya pungutan sebesar Rp35.000 per kilogram lada putih ekspor. Menurutnya, angka tersebut sangat tidak masuk akal dan jauh dari fakta di lapangan.
“Bukan Rp35.000 per kilogram, tapi hanya Rp350 per kilogram. Kalau sampai Rp35.000, itu terlalu besar dan jelas memberatkan,” tegasnya.
Rafki menjelaskan, pungutan tersebut berkaitan dengan dana Indikasi Geografis (IG) untuk Lada Putih atau Muntok White Pepper yang telah diakui di Uni Eropa. Dana IG tersebut seharusnya diterima oleh pemegang hak IG untuk kepentingan perlindungan dan pengembangan produk. Namun, ia menyebut dana itu justru diambil alih oleh BUMD.
“Memang itu duit IG. Seharusnya yang punya IG yang menerima, tapi malah diserobot oleh BUMD,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa setelah mantan Gubernur Babel, Erzaldi Rosman, lengser dari jabatannya, Prof. Udin langsung mengundurkan diri dari posisi Direktur PT BBBS. Kondisi tersebut, menurut Rafki, menimbulkan kesan negatif di mata publik.
“Setelah gubernur turun, dia langsung mundur. Jadi terkesan kabur dari tanggung jawab,” tambahnya.
Sebelumnya, sebagaimana diberitakan media, Prof. Udin diperiksa KPK karena perannya sebagai Direktur PT BBBS yang terlibat dalam tata niaga lada. KPK menyoroti skema pungutan yang diduga mencapai Rp35.000 per kilogram lada putih ekspor dan dinilai sangat memberatkan petani serta eksportir.
Skema pungutan tersebut disebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Dana hasil pungutan diduga dibagi ke sejumlah pihak, yakni PT BBBS sebesar 10 persen, Kantor Pemasaran Bersama (KPB) 15 persen, BP3L 32,5 persen, Koperasi Petani Lada 32,5 persen, Dewan Rempah 5 persen, serta Tim Pengawasan, Pembinaan, dan Pengendalian Lada (TP4L) 5 persen.
Seorang wartawan yang biasa meliput di KPK dan enggan disebutkan namanya menilai skema tersebut berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang.
“Tidak ada transparansi penggunaan dana, sementara pungutan dibebankan ke petani dan eksportir. Ini rawan masuk ranah pidana,” ujarnya.
Informasi yang beredar menyebutkan KPK sengaja menahan diri untuk tidak memicu kegaduhan politik lokal menjelang Pilkada ulang. Namun, kasus dugaan pungutan dalam tata niaga lada ini disebut akan kembali dibuka setelah Pilkada selesai.
Hingga kini, awak media masih berupaya mengonfirmasi Ketua Dewan Rempah, Bayo Dandari, terkait dugaan tersebut. KPK sendiri belum memberikan keterangan resmi terkait status hukum Prof. Udin maupun pihak-pihak lain yang disebut dalam pembagian dana tersebut. (Sumber: Perkaranews.com, Editor: Pangkalpinang Post)