“Praperadilan Dugaan Kasus Curat di Tanjungberikat, Wahyu: Kasus Ini Terkesan Dipaksakan”
pangkalpinangpost.com- Bangka Belitung (BABEL) – Sidang praperadilan yang menggugurkan kasus dugaan pencurian dengan pemberatan (curat) di Pengadilan Negeri (PN) Koba, Kabupaten Bangka Tengah (Bateng) terus berlanjut. Jum’at (20/12/2024).
Kasus yang menjerat tiga tersangka, yaitu Leni, Dodi, dan Dudung, warga Dusun Tanjungberikat, Desa Batuberiga, Kecamatan Lubukbesar, Bateng, ini memasuki babak kesimpulan pada sidang yang digelar pada Jumat pagi, 20 Desember 2024.
Sidang ini mengguncang banyak pihak, dengan kuasa hukum para tersangka, Wahyu Firdaus SH, yang berpendapat bahwa kasus ini terkesan dipaksakan dan penuh kejanggalan.
Sidang praperadilan tersebut bermula setelah pada Jumat pekan sebelumnya, tim kuasa hukum yang diketuai oleh Aldi Firdaus mengajukan permohonan pra peradilan atas tindakan penyidik Polres Bangka Tengah terkait dugaan pencurian yang melibatkan tiga tersangka.
Sidang ini telah berjalan melalui serangkaian tahapan hingga memasuki sidang keenam pada Jumat, 20 Desember 2024.
Sidang kali ini mengagendakan kesimpulan, dan PN Koba pun memberikan kesempatan kepada penyidik dan pihak-pihak terkait untuk menjelaskan kedudukan perkara.
Namun, dalam sidang tersebut, terbongkar fakta yang mengejutkan. Salah satu penyidik yang berinisial R, yang terlibat dalam proses penyidikan kasus ini, mengakui bahwa barang bukti yang diajukan dalam persidangan tidak sepenuhnya milik pelapor, melainkan sebagian masih merupakan milik orang lain yang terlapor atau tersangka.
Ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai keabsahan barang bukti dalam kasus ini.
Selain itu, terdapat kekurangan dalam prosedur hukum yang sangat mendasar.
Dalam sidang tersebut, Wahyu Firdaus SH, kuasa hukum para tersangka, dengan tegas menyatakan bahwa pihak penyidik telah melakukan pelanggaran serius terhadap hak-hak hukum para tersangka.
Menurutnya, saat para tersangka memberikan keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), mereka tidak didampingi oleh seorang pengacara.
Padahal, sesuai dengan hukum yang berlaku, setiap tersangka yang dihadapkan dengan pidana penjara di atas lima tahun wajib mendapatkan pendampingan dari pengacara, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 Ayat (1) Jo Pasal 114 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Wajib, artinya segala bentuk pemeriksaan tidak dapat dilakukan apabila seorang tersangka atau terdakwa tidak didampingi seorang pengacara. Tanpa pendampingan pengacara, segala proses pemeriksaan yang dilakukan bisa dianggap batal demi hukum,” ujar Wahyu seusai sidang praperadilan di PN Koba.
Ia menegaskan bahwa pihak penyidik telah mengabaikan hak-hak hukum tersangka dan melakukan proses penyidikan yang cacat hukum.
Lebih lanjut, Wahyu mengungkapkan bahwa pengabaian hak ini menciptakan dampak hukum yang serius. Sesuai dengan konsep “Miranda Rule”, yang mengatur hak tersangka untuk didampingi oleh pengacara dalam setiap tahap pemeriksaan, proses hukum yang tidak memenuhi ketentuan ini harus dianggap tidak sah.
Dengan kata lain, penyidikan yang dilakukan tanpa pendampingan pengacara dapat dibatalkan dan tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk penuntutan.
Kasus ini semakin memanas saat pengacara Wahyu menyoroti pengakuan penyidik R dalam persidangan keempat yang diadakan pada Rabu, 18 Desember 2024.
Penyidik R mengungkapkan bahwa selama proses pembuatan BAP, ketiga tersangka tidak didampingi oleh seorang pengacara, meskipun ketiga tersangka dijerat dengan pasal yang mengancam pidana lebih dari lima tahun penjara.
Hal ini membuat tindakan penyidik semakin sulit dipertanggungjawabkan.
Sebagai kuasa hukum, Wahyu menegaskan bahwa pihaknya berharap majelis hakim dapat mengabulkan permohonan praperadilan ini.
Ia meminta agar hakim mempertimbangkan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh penyidik dan membatalkan proses penyidikan yang cacat hukum.
“Kami berharap hakim Pengadilan Negeri Koba dapat memberikan putusan yang menguntungkan bagi klien kami, dengan membatalkan seluruh proses hukum yang tidak sah ini,” ujar Wahyu.
Wahyu juga berharap agar Kejaksaan Negeri Bangka Tengah menolak pelimpahan berkas perkara ini.
Menurutnya, jika BAP yang dibuat oleh penyidik tidak sah dan cacat hukum, maka pelimpahan berkas tersebut akan menjadi tidak sah dan tidak dapat diterima oleh kejaksaan.
“Kami berharap kejaksaan menilai kembali dan tidak melanjutkan kasus ini ke pengadilan, karena proses hukum yang ada sangat bermasalah,” tambah Wahyu.
Sidang praperadilan ini masih berlanjut, dengan majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Devia Herdita SH memutuskan untuk menunda putusan hingga sidang yang dijadwalkan pada Senin, 23 Desember 2024.
Putusan tersebut akan menentukan nasib para tersangka dan seberapa jauh keberlanjutan kasus ini.
Perkembangan ini menjadi sorotan tajam bagi publik, yang menilai bahwa proses hukum harus berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Masyarakat juga berharap agar setiap penyidikan dilakukan dengan cermat dan profesional, tanpa ada unsur pemaksaan atau pelanggaran hak-hak hukum tersangka.
Sementara itu, para tersangka tetap berjuang untuk mendapatkan keadilan melalui jalur hukum yang sah. (Andrian/KBO Babel)