Jaksa Agung Ungkap 27 Korporasi Diduga Picu Banjir Bandang di Sumatera
Banjir Sumatera Tak Sekadar Faktor Alam, Jaksa Agung Sebut Ada Peran Korporasi
PANGKALPINANGPOST.COM, Jakarta – Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menduga sebanyak 27 korporasi berkontribusi terhadap terjadinya banjir bandang di sejumlah wilayah Sumatera. Dugaan tersebut berkaitan dengan aktivitas alih fungsi lahan di kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang dinilai memperparah dampak curah hujan tinggi. Jumat (26/12/2025)
Pernyataan itu disampaikan Burhanuddin dalam acara penyerahan uang hasil denda atas pelanggaran administratif kawasan hutan yang digelar di Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan, Rabu (24/12/2025). Dalam kesempatan tersebut, ia menegaskan bahwa temuan Satgas PKH bukan berdasarkan asumsi semata, melainkan hasil identifikasi dan klarifikasi yang telah dilakukan secara sistematis.
“Satgas PKH telah melakukan identifikasi dengan temuan yakni sejumlah besar entitas korporasi dan perorangan terindikasi kontribusi terhadap bencana bandang, dan Satgas PKH telah melakukan klarifikasi terhadap 27 perusahaan yang tersebar di tiga provinsi tersebut,” kata Burhanuddin di hadapan jajaran kementerian dan lembaga terkait.
Burhanuddin menjelaskan, hasil klarifikasi tersebut diperkuat dengan analisis ilmiah yang dilakukan oleh Pusat Riset Interdisipliner Institut Teknologi Bandung (ITB). Dari kajian tersebut, ditemukan adanya hubungan sebab akibat yang signifikan antara perubahan fungsi lahan dan meningkatnya intensitas serta dampak banjir besar di wilayah Sumatera dalam beberapa waktu terakhir.
“Diperoleh temuan terdapat korelasi kuat bahwa bencana banjir besar di Sumatera bukan hanya fenomena alam biasa, melainkan terarah pada alih fungsi lahan yang masif di hulu sungai daerah aliran sungai yang bertemu dengan curah hujan yang tinggi,” ujar Burhanuddin.
Menurut Jaksa Agung, alih fungsi lahan yang tidak terkendali menyebabkan berkurangnya tutupan vegetasi di kawasan hulu DAS. Hilangnya vegetasi ini berdampak langsung pada menurunnya kemampuan tanah dalam menyerap air hujan, sehingga volume limpasan air permukaan meningkat secara drastis saat terjadi hujan ekstrem.
Kondisi tersebut membuat aliran air dengan cepat mengalir ke wilayah hilir dan meluap ke permukiman warga. Akibatnya, banjir bandang tidak dapat dihindari dan menimbulkan kerusakan infrastruktur, kerugian ekonomi, serta korban terdampak di berbagai daerah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Sebagai tindak lanjut atas temuan itu, Satgas PKH merekomendasikan agar proses investigasi hukum dilanjutkan terhadap seluruh subyek hukum yang diduga terlibat. Proses ini akan mencakup korporasi maupun pihak perorangan yang aktivitasnya berkaitan dengan pemanfaatan kawasan hutan dan lahan di wilayah hulu DAS.
“Melanjutkan proses investigasi terhadap seluruh subyek hukum yang dicurigai baik di Sumut, Aceh, maupun Sumbar yang melibatkan seluruh stakeholder guna menyelaraskan langkah, menghindari tumpang tindih pemeriksaan, dan percepatan penuntasan kasus secara efektif sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegas Burhanuddin.
Ia menambahkan, Kejaksaan Agung berkomitmen mendukung upaya penegakan hukum lingkungan secara tegas dan terukur. Langkah tersebut dinilai penting tidak hanya untuk memberikan efek jera, tetapi juga sebagai bagian dari upaya pencegahan bencana hidrometeorologi agar kejadian serupa tidak terus berulang di masa mendatang.
Burhanuddin juga menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam pengawasan tata ruang dan perizinan. Menurutnya, sinergi pusat dan daerah mutlak diperlukan agar pemulihan lingkungan berjalan berkelanjutan, sekaligus memastikan aktivitas usaha tetap taat aturan, ramah lingkungan, serta berpihak pada keselamatan masyarakat di kawasan rawan bencana. Langkah hukum ini diharapkan menjadi momentum evaluasi nasional terhadap pengelolaan kawasan hutan dan daerah aliran sungai. (Sumber: Kompas, Editor: Pangkalpinang Post)