Dua Proyek UBB Terancam Gagal, Progres Tak Capai 70 Persen Jelang Tenggat Kontrak
Waktu Tinggal Enam Hari, PPK UBB Disorot atas Molornya Dua Proyek Miliaran Rupiah
PANGKALPINANGPOST.COM, PANGKALPINANG – Dua proyek besar Universitas Bangka Belitung (UBB) dipastikan mengalami keterlambatan serius dari jadwal kontrak yang telah ditetapkan. Proyek tersebut adalah pembangunan Gedung Operasional Layanan Riset dan Mutu Pendidikan LPPM LPMPP serta pembangunan Gedung Balai Utama De Universitaria yang bersumber dari dana PNBP BLU. Keduanya kini berada pada fase krusial dengan sisa waktu pelaksanaan hanya enam hari kerja, sementara progres fisik di lapangan disebut belum mencapai tujuh puluh persen. Jumat (26/12/2025)
Kondisi ini langsung menempatkan Pejabat Pembuat Komitmen UBB dalam sorotan publik. Hingga saat ini, belum terlihat adanya langkah tegas untuk menyikapi keterlambatan pekerjaan tersebut. Padahal, regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah telah mengatur secara rinci mekanisme penanganan proyek yang tertinggal jauh dari jadwal kontrak, termasuk pemberian sanksi hingga pemutusan kontrak.
Tak hanya soal molornya pekerjaan, PPK juga disorot terkait dugaan adanya indikasi pengaturan lelang yang mengarah pada kemenangan satu perusahaan. Isu ini semakin menambah tekanan terhadap tata kelola proyek pembangunan di lingkungan UBB, khususnya dalam aspek transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan internal.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, PPK memiliki kewenangan sekaligus tanggung jawab penuh dalam pengendalian kontrak, evaluasi kinerja penyedia, serta pengambilan keputusan strategis apabila terjadi deviasi progres pekerjaan.
Seorang pemborong di Pangkalpinang, Bujang, menilai kondisi proyek pembangunan Gedung LPPM LPMPP sudah masuk kategori darurat teknis. Menurutnya, ruang toleransi praktis terhadap keterlambatan sudah tertutup mengingat sisa waktu yang sangat terbatas.
“Progres belum tujuh puluh persen, sementara waktu tinggal hitungan hari. Itu bukan lagi sekadar terlambat, tapi sudah mengarah pada kegagalan. Dalam kondisi seperti ini, PPK wajib mempertimbangkan pemutusan kontrak,” ujar Bujang, Kamis delapan belas Desember.
Ia merujuk Pasal 56 Perpres 16 Tahun 2018 yang memberikan dasar hukum bagi PPK untuk memutus kontrak apabila penyedia dinilai tidak mampu menyelesaikan pekerjaan meskipun telah diberikan peringatan dan kesempatan perbaikan sesuai ketentuan.
Selain itu, Pasal 78 peraturan yang sama juga mengatur sanksi administratif bagi penyedia yang melakukan wanprestasi. Sanksi tersebut meliputi denda keterlambatan, pencairan jaminan pelaksanaan, hingga pencantuman dalam daftar hitam nasional yang berdampak pada keberlanjutan usaha penyedia jasa.
Pantauan di lapangan menunjukkan aktivitas pembangunan kedua proyek tersebut masih tersendat dan belum menunjukkan percepatan signifikan. Padahal, proyek bernilai sekitar Rp 8,8 miliar dan Rp 5,6 miliar rupiah ini secara kontraktual ditargetkan rampung pada 1 Januari 2026.
Situasi ini memunculkan pertanyaan serius terkait efektivitas fungsi pengawasan internal UBB. Dalam skema pengadaan barang dan jasa, PPK bersama PPTK seharusnya menjadi pengendali utama mutu, progres, biaya, serta ketepatan waktu pelaksanaan pekerjaan.
Hingga berita ini ditayangkan, PPK kedua proyek tersebut, Rahmat Iskandar, belum memberikan keterangan apa pun. Yang bersangkutan telah dikonfirmasi wartawan berkali kali, namun belum merespons, sehingga sikap bungkam ini semakin memperkuat sorotan publik terhadap pengelolaan proyek di UBB. Keterlambatan ini dinilai berpotensi menimbulkan kerugian negara apabila tidak segera ditangani sesuai aturan.
Publik berharap aparat pengawas internal maupun eksternal segera turun tangan untuk memastikan kepastian hukum, transparansi pelaksanaan, serta perlindungan keuangan negara dan kepentingan akademik kampus demi menjaga kredibilitas institusi pendidikan tinggi negeri di Bangka Belitung keseluruhan. (Sumber: Deteksipos.com, Editor: Pangkalpinang Post)