Permohonan Perlindungan untuk Sembilan Korban Sodomi Anak Disampaikan ke LPSK Provinsi Bangka Belitung
pangkalpinangpost.com,Pangkalpinang- Kantor Penghubung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Kompleks Eselon 2 Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, No. 11 Air Itam, Pangkalpinang, menerima kunjungan penting dari tim yang mewakili Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Catatan Sipil, dan Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kunjungan ini bertujuan untuk mengajukan permohonan perlindungan bagi sembilan anak laki-laki korban sodomi yang kasusnya sedang diproses di Polres Bangka. Rabu (17/7/2024).
Tim tersebut terdiri dari Kasi Tindakan dan Rujukan Syaifudin, SE, Kasi Pelayanan Pengaduan, Informasi dan Kerjasama Nadya Maurita, SKM, MM, serta Advokat Pendamping dari UPTD PPA Provinsi, Filda Indarti, SH.
Mereka ditugaskan oleh DP3ACSKB untuk menyerahkan permohonan perlindungan kepada LPSK, guna memastikan para korban mendapatkan hak-hak mereka selama proses hukum berlangsung.
Filda Indarti menjelaskan, “Kami berkordinasi ke Kantor Perwakilan LPSK Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terkait kebutuhan korban kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang terjadi di provinsi ini. Kami sudah melakukan penjangkauan terhadap kesembilan korban dan hari ini mendapat surat tugas tertanggal 17 Juli 2024 untuk menyerahkan form permohonan ke LPSK dari sembilan korban tersebut yang mana masing-masing permohonan diwakili oleh orang tuanya,” tegasnya.
Permohonan ini mencakup pemenuhan hak-hak prosedural, psikologis, dan restitusi bagi para korban.
Hak prosedural meliputi pendampingan hukum yang memadai untuk memastikan proses peradilan berjalan dengan adil dan transparan.
Hak psikologis mencakup bantuan konseling dan rehabilitasi untuk mengatasi trauma yang dialami oleh para korban.
Sementara itu, restitusi mencakup kompensasi finansial untuk membantu meringankan beban ekonomi yang ditanggung oleh keluarga korban akibat dari peristiwa tragis tersebut.
Sapta Qodria Muafi, SH, selaku Petugas Penghubung LPSK RI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menyambut baik permohonan tersebut.
“Memang benar kami sudah menerima permohonan dan dilengkapi beberapa data dan informasi terkait kesembilan korban, di antaranya ada yang bersaudara. Dalam permohonannya yang diwakili oleh orang tua masing-masing, mereka mengajukan permohonan diantaranya pemenuhan hak prosedural, psikologis, dan restitusi. Hal ini sudah kami langsung sampaikan ke pusat untuk proses lebih lanjut melalui mekanisme LPSK RI,” ujarnya.
Kejadian ini menjadi perhatian serius bagi DP3ACSKB dan UPTD PPA Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mengingat dampak psikologis yang sangat berat bagi anak-anak yang menjadi korban.
Oleh karena itu, langkah-langkah cepat dan tepat sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan maksimal bagi mereka.
Advokat Pendamping UPTD PPA, Filda Indarti, menambahkan bahwa pihaknya akan terus mendampingi para korban dan keluarga mereka selama proses hukum berlangsung.
“Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa para korban mendapatkan keadilan dan pemulihan yang layak. Kami juga akan terus berkoordinasi dengan LPSK dan pihak terkait lainnya untuk memastikan kebutuhan para korban terpenuhi,” katanya.
Sementara itu, DP3ACSKB mengapresiasi langkah cepat yang diambil oleh LPSK dalam merespon permohonan ini.
Dinas tersebut menegaskan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak.
“Kami berharap melalui kerja sama ini, para korban dapat pulih dari trauma yang mereka alami dan mendapatkan keadilan yang mereka harapkan,” ujar Syaifudin, SE.
Kunjungan ini juga menunjukkan komitmen Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam melindungi hak-hak anak dan menangani kasus kekerasan seksual dengan serius.
Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, diharapkan kejadian serupa tidak akan terulang di masa mendatang, dan para korban dapat kembali menjalani kehidupan mereka dengan baik.
Kepala DP3ACSKB, Nadya Maurita, SKM, MM, menekankan pentingnya edukasi dan pencegahan kekerasan seksual di masyarakat.
“Kami akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan. Anak-anak adalah masa depan bangsa, dan kita semua bertanggung jawab untuk menjaga dan melindungi mereka,” ujarnya.
Dengan demikian, permohonan perlindungan untuk sembilan anak korban sodomi ini bukan hanya sekadar langkah administratif, tetapi juga merupakan upaya nyata dalam memberikan keadilan dan perlindungan bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Ini adalah bukti bahwa negara hadir untuk melindungi warga negara, terutama anak-anak yang rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan. (KBO Babel/Tim).