PANGKALPINANGPOST.COM (PEKANBARU) – || Buntut dari tewasnya pekerja pada tanggal 18 Januari 2023 di Rig ACS- 06, Sumur Minas 5D-28, Feri Sri Wibowo resmi dipecat alias dibebas tugaskan dari jabatannya sebagai EVP Upstream Business PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Atas kejadian tersebut kami Aliansi Mahasiswa Dan Pemuda Provinsi Riau (AMPR) mengeluarkan statement agar Direktur Utama PT PHR Jaffe A Suardin segera mengundurkan Diri / Dipecat secara tidak hormat sebagai bentuk pertanggung
Jawabannya dalam memimpin PT Pertamina Hulu Rokan.
Aliansi Masyarakat Peduli Riau (AMPR) mengapresiasi keputusan manajemen PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Namun demikian, AMPR juga mendesak, agar PHR juga memecat secara tidak hormat, Direktur Utama PT PHR, Jaffe A Suardin.
“Kita apresiasi keputusan manajemen PHR memecat Feri Sri Wibowo, namun kami juga meminta, agar Direktur Utama PT PHR Jaffe A Suardin segera mengundurkan diri, jika tidak maka kami minta PHR segera memecat yang bersangkutan secara tidak hormat sebagai bentuk pertanggung jawabannya dalam memimpin PT Pertamina Hulu Rokan,” ujar Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Riau (AMPR), Zulkardi saat ngopi bareng bersama tokoh pemuda riau dan
Rekan” media baik televisi, cetak maupun online
di salah satu Coffe Shop di Pekanbaru, Selasa (24/01/2023).
Zulkardi juga menjelaskan, setidaknya ada 7 point hasil investigasi dari tragedi tewasnya beberapa pekerja di lingkungan PHR. “Sebagai Control Sosial akibat banyaknya pekerja subkontraktor PHR yang mengalami kecelakaan kerja antara lain sebagai Berikut :
- Peralatan Kerja Mitra Kerja PHR banyak yang tidak memenuhi standar.
- Banyak para pekerja Subkontraktor dilingkungan PHR yang bekerja tidak sesuai SOP.
- Beban kerja yang ditetapkan pihak subkontraktor cukup tinggi sehingga memberatkan
para pekerja mitra PHR - Dengan beban kerja yang tinggi, Subkontrak PHR tidak mengimbangi dengan upah kerja yang tinggi pula.
- Banyak mitra Kerja PHR yang merugi yang diakibatkan adanya Dugaan Permainan Kenaikan harga solar sejak agustus 2021 yang mengakibatkan peningkatan Cost pekerjaan HSE.
- Kurangnya empati perusahaan akibat adanya persoalan kematian, karena
perusahaan hanya melihat sebagai urusan uang kerohiman, dan tidak ada upaya pencegahan ataupun evaluasi prosedur kerja secara menyeluruh dimulai sejak terjadinya fitality pertama (kecelakaan kerja). - Segala kejadian yang mengakibatkan kehilangan nyawa tidak ada upaya dilakukan otopsi oleh perusahaan untuk mengetahui penyebab terjadinya korban jiwa dari pekerja,” terangnya.
Sedangkan permasalahan kontrak antara Subkontraktor dan PHR hasil investigasi AMPR ditemukan fakta bahwa proses kontrak yang begitu panjang dan rumit dan terkesan tidak masuk akal dari sisi durasi pada saat proses pengadaan, contoh kontrak Pengadaannya antara lain: Kontrak-kontrak kerjasama untuk kebutuhan operasi dan driling. Kontrak kerjasama atas pengadaan kendaraan ringan. Kontrak kerjasama atas kontraktor pengadaan penunjang produksi seperti Pompa, pipa, listrik dan lainnya.
“Yang terasa janggal bagi kami, usia korban yang meninggal sekitar 22 tahun, tapi dipekerjakan oleh Subkontraktor PHR sebagai Floorman. Artinyakan korban baru selesai mengenyam dunia pendidikan sekitar 4 tahun belakangan, dengan usia yang sangat muda tersebut, apakah Korban telah memiliki pengetahuan dan sertifikasi yang sesuai dengan sepesifikasi pekerjaannya?,” sebutnya.
Biasanya yang namanya fresh Graduate diletakkan dalam suatu perusahaan sebagai Pendamping Ahli /Halper yang nantinya akan menjadi bekal dirinya dalam pengetahuan dan spesifik sehingga dirinya ahli dalam pekerjaan tersebut,” terangnya.
Ia juga mengemukakan sebuah fakta, bahwa ada penemuan pelanggaran SOP terhadap penggunaan alat-alat perlengkapan Kerja/Tools. “Penggunaan alat tidak sesuai Fungsinya seperti ini sangatlah tidak profesional, apalagi korban bekerja didunia Migas yang seharusnya sangatlah ketat dan patuh terhadap aturan SHE (Keselamatan Kerja),” tegasnya.
“Disini kita patut mencurigai kredibilitas PT. Asrindo Citraseni Satria dalam membidangi RIG, sehingga diperlukan transparasi proses pemenangan tender yang dilakukan PHR. Apakah proses tender sudah sesuai spesifikasi yang diinginkan pimpinan perusahaan? Atau semua proses tender ini didasari oleh kepentingan oknum,”.
Menurut Zulkardi, pihaknya menyampaikan uraian di atas, karena AMPR sedang menjalankan fungsi sebagai ‘Sosial Control’ masyarakat dengan tujuan agar masyarakat mendapatkan edukasi dan pihak perusahaan dapat melakukan evaluasi terhadap kinerja pegawai di ruang lingkup operasi perusahaannya. “Sungguh tak ada sedikitpun maksud dan tujuan kami untuk mengeksploitasi orang meninggal, namun jika kita bungkam atas kejadian ini, kami dapat pastikan kedepannya PHR akan terus memakan korban jiwa baik itu dikarenakan kecelakaan kerja maupun sebagai Impact dari konflik kepentingan,” pungkasnya.**