Oleh : K Revandi Antoni (Jurnalist Bangka Belitung/Anggota PWRI Babel)
Bangka Belitung, – “Lah ikan e dikit , aek e butek, banyek buaye ulik. Nek ya lah lebih kurang aura pengkal kita suat ne, jadi men ade Pj Walikota mudah – mudahan bai bukan dari lingkaran kekuasaan,”. Begitulah cerita amang – amang (Laki-laki dewasa_red) di pasar pagi kota Pangkalpinang.
Keterlepasan adalah era dimana politik kesempatan menjadi sajian utama di meja makan. Terinjaknya kepentingan umum masyarakat oleh syahwat sesat lingkaran kekuasaan mempertebal potret dinamika politik saat ini. Dengan tidak mengindahkan aspek moral masyarakat umum peralihan kekuasaan di design untuk meneruskan pesta kemarin serta persiapan untuk pesta yang akan datang.
Akrobat politik yang meninggi tanpa dapat difilter oleh nilai – nilai psikologi sosial masyarakat terus menggelinding menggodok para calon Pj Walikota dan Bupati. Tahun politik menjadi muara penentuan calon Pj Walikota dan Bupati hingga kita masyarakat disuguhkan dengan langkah kuda mabok. Bukan lagi menempatkan calon Pj Walikota dan Bupati dari hasil seleksi alam dengan asas kepatutan dan kepantasan melainkan selera syahwat politik saat ini.
Belum hilang bekas prahara yang terjadi di pemerintahan khususnya di Pangkalpinang kini masyarakat kembali dipertontonkan oleh strategi melanggengkan dinasti kuasa.
Keinginan sederhana masyarakat terhadap calon Pj Walikota dan Bupati seharusnya menjadi pijakan bagi penentu kebijakan dalam hal ini kemendagri dalam menentukan serta menempatkan Pj wali kota dan bupati. Ego sentris kedaerahan pun akan tumbuh seraya terusik jika penentu kebijakan nantinya dalam menempatkan Pj Walikota dan Bupati tidak mengindahkan aspek – aspek dasar yang dikendaki masyarakat.
Orang – orang yang akan jadi Pj Walikota dan Bupati harus benar – benar bersih dari isme KKN ( Korupsi, Kolusi, Nepotisme ). Hal ini disamping memberikan nuansa baru ( bukan dari lingkaran kekuasaan ) juga dibutuhkan calon Pj Walikota khususnya dan Bupati yang akan datang tidak hanya cakap dalam bekerja, tetapi juga bisa menjadi teladan yang patut di contoh.
Luasnya sudut pandang calon Pj Walikota dan Bupati menjadi tolak ukur keterpilihan nantinya, karena jika tidak bisa menghadirkan kemudahan bagi masyarakat jangan sampai memasang jaring Thailand ( Dari ikan teri sampai hiu ) dilahab semua. Artinya celoteh amang – amang di pasar pagi mengingatkan kita semua bahwasanya ” Sense of Service ” adalah nyala lampu bagi pemerintahan yang akan datang. Inilah harapan moderat masyarakat saat ini.
Dinamika ruang publik harus diisi dengan nilai – nilai kedaerahan yang senantiasa menghadirkan kesejukan. Pengabdian menjadi irama orkestra yang akan di komandoi Pj Walikota atau pun Pj Bupati yang akan datang. Suasana riang gembira penuh kebaruan harus membumi di Kota Madya dan Kabupaten – kabupaten hingga harmonisasi terdengar merdu.
Selamat bertugas Pj Walikota dan Bupati yang akan datang, semoga hari-hari yang akan datang lebih baik bagi semua lapisan masyarakat.(*)