Oleh : Achmad Ferdy Firmansyah (Opini)
Pangkalpinang – Ada kisah seorang raja bernama “Bocil”, yang berkuasa, rakus, serakah, dan haus kekayaan serta penghormatan/penghargaan. Ia tidak pernah puas menumpuk-numpuk harta benda dan tahta yang lebih dari sebelumnya.
Ketika ingin memenuhi hasrat keserakahan duniawinya, ia tak ragu-ragu menemui lalu berkolaborasi dengan para predator ( oligarki ).
Setelah mendapatkan kesepakatan dengan para elit dan predator ( oligarki) yang menciptakan kelas-kelas kehidupan sosial masyarakat, Raja Bocil itu begitu sangat gembira dan selalu mengumbar senyuman kepada penduduknya, seolah-olah dirinya dicintai rakyatnya.
Maka tak heran apa pun hasil ide / gagasan, ucapan dan kebijakannya selalu memperoleh penghargaan, tepuk tangan dan pembelaan dari segelintir masyarakat yang bermetamorfosis menjadi antek-antek kekuasaan nya, dan mereka kehilangan jati dirinya demi mendapatkan sedikit bahkan debu nya dari harta benda dan kekuasaan yang dimiliki Raja Bocil tersebut.
Disamping itu ada juga cerita kuno , seorang raja bernama Midas hampir mirip dengan kisah “Bulek bukan Raja Bocil” diatas, cuma beda waktu dan wilayah kekuasaan nya. Namun Raja Midas senang menggunakan mantra dalam menjalankan kekuasaannya sehingga Raja Midas memiliki mantra yang bisa mengubah emas dari setiap sentuhan tangannya hasil dari petualangannya memperoleh mantra yang diberikan paranormal yang termasyur di negeri itu.
Sesampainya di kerajaan, ia mulai menyentuh taman kerajaan, lalu seketika berubah menjadi emas. Ia tertawa senang. Kemudian, sampai di pelataran kerajaan; ia menyentuh dinding dan tembok, maka seketika itu pula menjadi emas.
Perutnya merasa lapar, ia lalu pergi ke dapur dan baru tersadar bahwa tangannya menyentuh makanan yang seketika itu berubah menjadi emas. Ia kaget dan mulai merasa menyesal dengan mantra “sentuhan emas” yang dimilikinya.
Apa pun yang disentuh raja Midas berubah menjadi emas. Ia menjerit sedih dan meraung-raung karena menyaksikan bahwa istri tercintanya juga berubah menjadi patung emas.
Keserakahan Raja Midas telah merusak segalanya, setiap sudut kehidupan Raja Midas menjadi bongkahan emas yang tak bermanfaat.
Kisah legenda dari Yunani kuno ini juga mengajarkan kepada kita untuk tidak mengumbar nafsu keserakahan dalam berkuasa karena bumi ini milik Tuhanmu Dia yang Maha Merajai . Sebab, kenikmatan di dunia hanya bersifat sementara.
Kenikmatan dunia hanya mampu membuat kita tersenyum dan tertawa beberapa saat, lalu kita dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT .
Manusia tempat salah dan lupa—al-insanu mahalul khatha wa nisyan. Karena kerap berbuat salah dan lupa inilah kadang kita—sebagai manusia—melupakan nikmat Allah yang tak akan mampu dihitung dengan angka atau dikalkulasikan secara kuantitatif.
Kadang pula kita selalu merasa tidak puas dengan kenikmatan yang diberikan Allah SWT karena kita selalu mengumbar nafsu keserakahan dalam diri saat berkuasa.
Jikalau kita umpamakan seperti kerakusan Raja Midas, maka kita pasti akan mendapatkan kemudaratan sosial dengan cara terasing dari lingkungan bahkan memperoleh ganjaran kemurkaan dari Sang Pencipta Alam semesta, Kekayaan dan kekuasaan nya pun niscaya menjadi istidroj ( Naudzubillahi min Zalik ) dan Inilah yang disebut sebagai pendusta nikmat, yang tak pernah puas dengan pemberian Allah SWT karena kecintaannya terhadap duniawi telah meniadakan fitrahnya seorang hamba yang menyakini bahwa ada Allah Yang Maha Merajai Hari Pembalasan.
Apakah Raja Bocil berpotensi mengikuti jejak Raja Midas ? “Allahu’alam bishowab”
Semoga sang Raja bisa kembali bermanfaat dan pintu taubat kembali ke fitrah Nya masih terbuka selama masih bernafas. (*)