Pangkalpinangpost.com~//- Tanjungpandan (Belitung) – 14 Juni 2024 – Sidang lanjutan gugatan PT. Trisandi Putra Pratama (PT. TPP) di Pengadilan Negeri Tanjungpandan semakin menarik perhatian publik, yang telah memasuki tahap mendengarkan keterangan saksi-saksi dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan berbagai kejanggalan dalam Perjanjian Jual Beli (PJB) antara PT. TPP dengan PT. Startama Xinergy Indonesia, Sabtu (15/6/2024).
Pada sidang sebelumnya, Suranto selaku Manager Operasional PT. TPP memberikan kesaksian yang menyoroti ketidakberesan dalam PJB tersebut. Ia menjelaskan bahwa perjanjian tersebut dilakukan dalam kondisi yang tidak wajar, yaitu di rumah sakit saat Direktur PT. TPP, almarhum Tris Hendarta, sedang terbaring lemas karena sakit dan diinfus.
Suranto juga menyoroti ketidakjelasan objek yang diperjualbelikan dalam PJB tersebut. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Induk Nomor 0005 seluas 14,8 hektar yang terdiri dari rumah konsumen kredit dan cash sebelumnya sudah dijual dengan nilai Rp. 2 miliar, yang jauh di bawah nilai pasar berdasarkan NJOP Rp. 394.000 per meter persegi.
Menurut Suranto, fakta persidangan dan pemeriksaan di tempat menunjukkan bahwa PT. Startama Xinergy Indonesia hanya membeli aset PT. TPP seluas 3,2 hektar. Suranto menekankan bahwa Notaris Indrayana Hyerianto yang membuat Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut telah melakukan kesalahan fatal.
“Harga jual beli tanah tidak boleh di bawah NJOP dan luas yang dijual belikan harus tercantum dengan jelas. Namun, dalam kasus ini, notaris mencantumkan harga Rp. 2 miliar tanpa menyebutkan luas tanah yang dijual. Ini sangat tidak masuk akal karena aset tersebut telah menjadi milik konsumen dengan nilai keseluruhan sekitar Rp. 56 miliar,” tegas Suranto.
Sidang kembali dilanjutkan pada 11 Juni 2024 dengan menghadirkan Edi Sofyan, mantan pemilik Toko Bangunan SPW, sebagai saksi dari pihak tergugat. Edi mengungkapkan bahwa dirinya mendapat kuasa notarial dari PT. TPP melalui Notaris Indrayana Hyerianto untuk mengambil sertifikat dan dokumen penting lainnya di Bank BTN Cabang Pangkalpinang.
Namun, Edi Sofyan menduga bahwa surat kuasa tersebut adalah asli tapi palsu (aspal). Ia juga mengaku tidak memahami isi surat kuasa tersebut dan menyatakan bahwa PT. TPP memiliki hutang sebesar lebih dari Rp. 3 miliar kepadanya tanpa kontrak resmi, hanya berdasarkan kepercayaan dengan almarhum Tris Hendarta.
Muhammad Siban, pengacara PT. TPP, menyatakan bahwa jalannya sidang sangat dinamis dan lancar. Menurutnya, keterangan saksi-saksi semakin menguatkan adanya kecerobohan dan kelalaian pihak tergugat dalam perjanjian jual beli yang dilakukan di rumah sakit.
“Keterangan saksi-saksi dari kedua belah pihak semakin memberikan keyakinan adanya kecerobohan dan kelalaian yang dilakukan oleh pihak tergugat. Ini akan menjadi poin penting dalam kesimpulan kami nanti,” pungkas Siban.
(KBO Babel/Akhi).