PANGKALPINANGPOST.COM || Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan sebagai manusia, karena kamu menyeru kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. (Surat Ali Imran 110). Ayat ini menurut Prof. Dr. Kuntowijowo yang menginspirasi pikirannya tentang konsepsi profetik yang menyiratkan empat unsur, yaitu konsep tantang umat terbaik, aktivisme sejarah, pentingnya kesadaran dan etika profetik.
Sebagai umat terbaik — bukan saja karena mengemban amanah Allah rahmatan lil alamin yang bernilai universal itu — tetapi sebagai umat terbaik karena adanya hasil kerja dengan syarat-syarat tertentu menuju aktivisme sejarah, melaksanakan yang ma’ruf, mencegah yang munkar dan percaya kepada Allah.
Artinya, setiap manusia itu pada dasarnya memiliki muatan-muatan nilai illahiah. Masalahnya kemudian adalah bagaimana setiap individu itu dapat mengembengkan nilai-nalai illahiah di dalam dirinya, sebagai bawaan dari karunia Allah itu untuk menjadi bekal hidup di muka bumi. Sebab Allah sendiri telah menebarkan rahmat-Nya sebagaimana yang disebut dan dimaksudkan dari lil alamin.
Muatan-muatan nilai spiritual dalam diri setiap manusia ini, merupakan potensi yang dapat terus disemai dan dikembangkan sepanjang jalan spiritual untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.
Adapun yang dimaksud aktivisme sejarah, yaitu pentingnya keterlibatan dalam keberlangsungan atau proses sejarah kemanusiaan. Karena setiap individu harus ikut — suka atau tidak suka — dalam proses sejarah perbaikan kualitas hidup manusia.
Itulah sebabnya di dalam keyakinan Islam, kata Prof. Dr. Kuntowijoyo tidak dikenal adanya istilah kerahiban dengan mengasingkan diri hingga abai pada urusan duniawi. Begitu juga dengan gerakan mistik hingga membuat diri terasing dan individualistik, justru sangat ditentang oleh Islam. Karena Islam senantiasa mengutamakan amal baik untuk sesama manusia, bahkan bagi alam raya sebagai wujud keyakinan pada Tuhan Yang Maha Pencipta jagat raya dan seisinya.
Ikhwal masalah kesadaran yang menjadi sifat dan sikap menjadi sangat penting, utamanya untuk nilai-nilai illahiah yang menjadi tumpuan aktivisme sejarah. Karena peranan dari kesadaran ini yang akan membedakan secara lebih jelas antara Islam dengan materialistik. Sebab pemahaman kaum Marxis yang mengatakan bahwa superstructure (kesadaran) ditentukan oleh structure (basis sosial, kondisi material) yang bertentangan dengan pandangan Islam mengenai independensi kesadaran. Begitu juga pandangan yang selalu mengembalikan pada individu (individualisme, eksistensialisme, liberalisme dan kapitalisme) jelas berseberangan dengan Islam, karena yang menentukan kesadaran bukan individu, tetapi yang mutlak adalah Tuhan.
Atas dasar itulah, kata Prof. Dr. Kuntowijoyo, kesadaran tentang illahiah menjadi hal yang sangat penting dalan aktivisme sejarah yang menentukan tindakan serta peradaban masa depan manusia di bumi.
Sebagai pilar pemikian etika profetik, menurut Prof. Dr Kuntowijoyo yang mengacu atau diilhami oleh Al Qur’an dari surat Ali Imran ayat 110 mengatakan : kuntum khaira ummatin ukhrijat linnasi ta’muruna bil ma’ruf wa tan hauna anil munkar wa tu’minuna billah. Dan sebagai paradigma etika profetik sangat memungkinkan untuk digunakan pada jaman paska industrial saat ini, karena dapat menjadi upaya mempertemukan antara nalar wahyu dengan nalar ilmu pengetahuan. Dan secara terang, etika profetik yang digagas Prof. Dr. Kuntowijoyo merupakan respon terhadap ilmu pengetahuan yang mengarus deras dari Barat.
Jadi etika profetik berbeda dengan ilmu pengetahuan Barat yang cenderung mengarah pada positivistik dan sekularistik hingga memisahkan antara agama dan kehidupan yang telah membuat kehidupan manusia semakin kering dan tandus.
Dalam khazanah sastra misalnya, tampilan karya sastra profetik memiliki denyut jiwa transendental dan sufistik, karena mengusung nilai-nilai tauhid yang penuh gairah untuk ikut mengubah sejarah peradaban manusia, seperti yang tengah giat dilakukan sekumpulan orang yang bergabung dalam GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) hingga kini melahirkan Posko Negarawan yang dimitiri oleh Sri Eko Sriyanto Gakgendu yang terbuka untuk dimuati oleh beragam elemen masyarakat dari bilik manapun dengan tidak menyertakan interes politik praktis. Meski dalam beragam materi kajian dan telaah kritis bagi segenap sahabat dan kerabat maupun simpatisannya yang berkenan mewakafkan diri dalam segenap aktivitas kajian serta program yang dilakukan tetap kritis terhadap dinamika politik yang selalu menggelegak di tanah air kita. Apalagi menjelang Pemilu yang masih dipercaya sebagai bagian dari wujud pesta demokrasi rakyat. Sebab idealnya, politik profetik atau bahkan sebaliknya, mungkin profetik politik perlu juga diwacanakan.
Tentu saja semua itu tetap dalam hasrat GMRI bersama Posko Negarawan untuk melahirkan negarawan-negarawan yang tangguh guna melakukan tata kelola negara secara baik dan benar demi dan untuk bangsa Indonesia sebagai pemilik sah negeri ini.
Banten, 24 Januari 2023