Jacob Ereste : Etik Profetik Adalah Jalan Alternatif Terbaik Evakuasi Untuk Keluar Dari Belenggu Bangsa & Negara Indonesia Hari Ini

Raja alim disembah, raja zalim disanggah, ini pepatah Melayu yang mungkin sudah dianggap usang, tapi realitasnya masih terjadi dan berlangsung sampai sekarang. Indikatornya bisa dilihat dari aksi unjuk rasa yang mendapat reaksi keras dari pihak aparat — secara fisik — hingga penangkapkan terhadap mereka yang dianggap sebagai tokoh atau sering disebut dalangnya penggerakan itu diamankan.

Istilah dalang dan diamabkan itu mulai ngetrend digunakan sejak Orde Baru yang cukup banyak mengalih-istilahkan dalam kalimat manis yang dikenal dalam habitat akademik euphemisme.

Aksi unjuk rasa terpaksa dilalukan wrag masyarakat, karena dewan yang mewakili rakyat di parlemen telah bungkam, tidak lagi mau menyuarakan jeritan hati rakyat, mereka hanya asyik dengan diri sendiri untuk meraih harta dan kekuasaan, maka itu rakyat jadi blingsatan sibuk mengurus kepentingan dirinya, karena penerintah dan pejabat publik yang mengenban amanah rakyat itu lebih sibuk mengurus kepentingan dirinya sendiri.

Pendek kata, rakyat yang merasa tertekan berupaya untuk menekan balik pejabat publik yang mestinya memberi perlindungan, pembelaan serta pelayanan, sebab mereka — harus menjalankan amanah, karena mereka telah mendapat fasilitas dan upah dari uang rakyat.

Rakyat yang merasa tertekan atau dizalimi secara langsung maupun tidak, lantaran merasa telah dikhianati, apalagi para pemangku kekuasaan itu berasal dari bilik partai yang telah dihantar oleh rakyat lantaran janji hendak mengaksentuasikan suara dan derita rakyat.

Artinya ada sikap khianat, hipokrit atau munafik, sehibgga yang terjadi kemudian hanyalah sikap kepura-puraan belaka untuk, agar tidak dikatakan tidak membela kepentingan rakyat sesuai dengan kehadiran dan keberadaan mereka sebagai wakil rakyat, baik di eksekutif maupun di legislatif.

Suara dan derita rakyat seharusnya patut diperhatikan sesuai dengan tugas serta kewajiban yang diemban atas dasar amanah yang diberikan oleh rakyat. Sehingga semboyan yang dibanggakan harus dan wajib mengayomi, melindungi serta melayani rskyat, sungguh besar tanggung jawab dan dosanya jika tidak dilaksanakan apalgi kemudian diingkari, lantaran setiap orang telah bersumiah atas nama Tuhan untuk mengemban tugas dan kewajibannya.

Sumpah jabatan itu — saat dilantik konsekuensinya bisa berakibat tulah, kualat atau mendapat imbalan karma yang lebih pedih dan sangat menyakitkan. Dan negara itu sendiri tidak ubahnya seperti sebuah organisasi yang berkewajiban untuk mengurus segenap keperluan dan kepentingan anggota (rakyat) dalam hidup dan berkehidupan guna memenuhi kebutuhan secara adil dan merata.

Jadi sikap munafik dan hipokrit, ingkar atau bahkan khianat — bukan saja sebagai perilaku yang buruk dan tercela, tetapi juga sangat berat dosa atau karmanya lantaran telah merugikan, mengecewakan dan membuat orang lain menderita akibat ulah dari sikap khianat yang dilakukan oleh siapapun. Sebab telah membuat kerugian atau bahkan derita bagi orang lain.

Maka itu tidak mengeherankan, banyak azab yang krmudian mereka peroleh, mulai dari dera yang menghajar dirinya sendiri atau anak dan istri hingga cucu serta mungkin juga cicit dan buyutnya kelak akan ikut menangggung dera dan derita itu hingga sepanjang hidup.

Maka itu, perilaku aparat yang sepatutnya mengemban amanah untuk menjaga dan mengamankan rakyat — bahkan meggemban janji untuk melindungi rakyat — akan sangat berganda dosa maupun azab yang kelak diterimanya akibat telah membuat orang lain — utamanya rakyat kecil yang seharusnya mendapat keamanan dan krbtsmanan, perlindungan serta pelayanan dari para abdi negara.

Kondisi dan situasi dari unjuk rasa — sebagai ekspresi protes dari rakyat yang tidak konfusif, jelas akibat dari penangan unjuk itu sendiri yang tidak nampu dihadapi secara persuadif. Karena pendrkatan keamanan lebih dominan mengabaikan kepentingan dan asoirasi rakyat. Karena rakyat yang melakukan aksi unjuk rasa selalu dianggap telah membuat keonaran tanpa mau memahami apa yang menjadi penyebab dari unjuk rasa yang dilakukan itu.

Reakitasnya, toh hari ini gedung DPR dan MPR RI yang selalu disesumbarkan sebagai rumah rakyat, pintu gerbangnya selalu tertutup rapat, bahkan dipasang kawat berduri agar pintu gerbang dari rumah rakyat yang menjadi rumah penguasa dan rumah pengusaha itu tidak tersentuh dari orang-orang yang dianggap jahil dan jahat. Bahkan dijaga sedemikian ketat, hingga pagar yang berlapis itu pun dibangun dengan sangag kuat, mulai dari pembatas jalan hingga pagar halaman rumah rakyat yang makin serem seperti penuh dengan ancama musuh yang sedang mereka wakili untuk didengar suaranya yang acap disebut bantak orang sebagai suara Tuhan.

Lalu rumah rakyat seperti apa bila image yang dibangun citranya menjadi seram dan menakutkan itu, karena rumah rakyat itu telah jaga begitu ketat, seakan setiap saat selalu mendapat ancaman justru dari pemilik rumah tersebut.

Syahdan, masakah kemunafikan manusia adalah sikap dan sifat yang paling dibenci oleh Allah SWT karena sikap dan sifat dari kepura-puraan, alias munafik, perbuatan yang tidak sesuai dengan perkataan. Dalam surat An Nusa agat 145 mengingatkan bila orang munafik itu akan ditempatkam pada neraka yang paling bawah.

Tak banyak beda dengan hipokrit yang merupakan sinonim dari munafik, yaitu suatu tindakan, sifat dan sikap atau perbuatan yang berbeda dengan pernyataan atau perkataan. Lain lagi ceritanya soal khianat, sikap seseorang atau satu pihak yang tidak setia atas kesepakatan atau janji bersama dengan pihak lain.

Itulah diantarsnya penyakit yang menggerogoti bangsa ini — utamanya para pengelola negara yang membiarkan kerusakan negeri ini hingga berakibat buruk pada rakyat. Setidaknya budaya kapitalisme yang telah mensublimasikan dirinya berwajah neolib — terlanjur merasuk kepada level masyarakat paling bawah. Minimal semua orang Indonesia sekarang keranjingan pada materialistik. Hingga kekuasaan semakin mengatah kepada hal-hal yang bersifat lahiriyah (fisik) dan pengusaha yang sudah kaya raya pun gandrung pada kekuasaan untuk melipatgandakan kekayaan maupun kekuasaannya.

Pilihan sikap bagi bangsa Indonesia yang sadar pada etika, moral dan akhlak, jalan spiritual menjadi alternatif evakuasi terbaik kembali pada tuntunan Nabi yang abdol disebut etik profetik. Karena jalan politik semakin ribet, jalan ekonomi bisa ikut memperkuat kapitalistik, jalan budaya sudah semraut semakin tidak jelas juntrungannya. Ya, jalan spuritual yang bisa ditempuh bersama semua pemeluk agama yang tetap percaya kepada Tuhan.

Pecenongan, 14 Maret 2023

Pangkalpinangpost.com
Comments (0)
Add Comment