Pangkalpinangpost.com
Jakarta – Kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022 terus bergulir. Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) telah menetapkan lima tersangka baru yang langsung ditahan, termasuk mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Muchtar Riza Pahlevi Thabrani. Jumat (16/2/2024).
Menurut Kapuspenkum Ketut Sumedana, kelima tersangka tersebut terlibat dalam berbagai aktivitas yang merugikan keuangan negara dan lingkungan akibat penambangan ilegal timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Mereka diduga terlibat dalam praktik korupsi dengan membentuk perusahaan-perusahaan boneka untuk mengakomodir pengumpulan bijih timah ilegal dari IUP PT Timah Tbk, Kamis (15/2/2024).
Para tersangka tersebut adalah:
- SG alias AW, seorang Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
- MBG, seorang Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
- HT alias ASN, Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN).
- MRPT alias RZ, Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016 hingga 2021.
- EE alias EML, Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017 hingga 2018.
Dalam pengembangan kasus ini, Tim Penyidik menemukan bahwa Tersangka HT alias ASN merupakan pengembangan penyidikan dari Tersangka sebelumnya yang sudah ditahan, yakni Tersangka TN alias AN dan Tersangka AA.
Sementara itu, Tersangka SG alias AW dan Tersangka MBG memiliki perusahaan yang melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Timah Tbk pada tahun 2018 tentang sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Tersangka MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Tersangka EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk.
Tersangka SG alias AW diduga memerintahkan Tersangka MBG untuk menandatangani kontrak kerja sama serta menyediakan bijih timah dengan cara membentuk perusahaan-perusahaan boneka guna mengakomodir pengumpulan bijih timah ilegal dari IUP PT Timah Tbk, yang seluruhnya dikendalikan oleh Tersangka MBG.
Bijih timah yang diproduksi oleh Tersangka MBG perolehannya berasal dari IUP PT Timah Tbk atas persetujuan dari PT Timah Tbk. Kemudian, baik bijih maupun logam timahnya dijual ke PT Timah Tbk.
Untuk mengumpulkan bijih timah yang ditambang secara ilegal, Tersangka MBG atas persetujuan Tersangka SG alias AW membentuk perusahaan boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP).
Total biaya yang dikeluarkan oleh PT Timah Tbk terkait biaya pelogaman di PT SIP selama tahun 2019 hingga 2022 mencapai Rp975.581.982.776 (sembilan ratus tujuh puluh lima miliar lima ratus delapan puluh satu juta sembilan ratus delapan puluh dua ribu tujuh ratus tujuh puluh enam rupiah).
Sedangkan, total pembayaran bijih timah mencapai Rp1.729.090.391.448 (satu triliun tujuh ratus dua puluh sembilan miliar sembilan puluh juta tiga ratus sembilan puluh satu ribu empat ratus empat puluh delapan rupiah).
Untuk melegalkan kegiatan perusahaan-perusahaan boneka tersebut, PT Timah Tbk menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah, dimana keuntungan atas transaksi pembelian bijih timah tersebut dinikmati oleh Tersangka MBG dan Tersangka SG alias AW.
Selain membentuk perusahaan boneka, Tersangka MBG atas persetujuan Tersangka SG alias AW juga mengakomodir penambang-penambang timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Nantinya, mineral biji timah yang diperoleh dikirimkan ke smelter milik Tersangka SG alias AW.
Perbuatan para tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang dalam proses penghitungannya melebihi kerugian negara dari perkara korupsi lain seperti PT Asabri dan Duta Palma.
Selain itu, aktivitas penambangan ilegal timah juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo.
Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan penyidikan, Tersangka MRPT alias RZ, Tersangka HT alias ASN, dan Tersangka MBG ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat.
Sementara itu, Tersangka SG ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Tersangka EE alias EML di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan. (Sumber : Kapuspenkum Kejagung RI, Editor : KBO Babel).
(Akhi).