Kronologi Tragis: Kisah Persetubuhan SMP di Bangka Selatan Terungkap karena Telepon Tak Sengaja
Pangkalpinangpost.com,Bangka Selatan – Kasus persetubuhan yang mengguncang Bangka Selatan memperlihatkan bagaimana sebuah kesalahan kecil dalam menggunakan teknologi dapat membuka tabir kegelapan yang tersembunyi di balik kepolosan remaja. Sebuah panggilan tak sengaja melalui WhatsApp menjadi katalisator dalam mengungkap kisah tragis persetubuhan antara dua siswa SMP di daerah tersebut. MLS (14) akhirnya ditangkap setelah orangtua salah satu korban melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib. Sabtu (8/6/2024).
Kronologi lengkap kasus ini, yang diungkap oleh Kapolres Bangka Selatan, AKBP Trihanto Nugroho melalui Plt Kasi Humas, Ipda G. J Budi, menggambarkan bagaimana MLS merencanakan dan melancarkan aksi bejatnya terhadap korban, MK.
Melalui pesan singkat WhatsApp, MLS membujuk dan merayu MK dengan janji-janji manis serta janji akan bertanggung jawab jika terjadi hal yang tidak diinginkan.
Persetubuhan pertama terjadi pada Sabtu, 10 Februari 2024, dengan MLS mengirim video berisi kata-kata berhubungan badan melalui aplikasi Tiktok yang kemudian berlanjut hingga WhatsApp.
Berbagai taktik manipulatif digunakan oleh pelaku untuk membujuk korban, bahkan hingga melakukan aksi persetubuhan di rumah nenek korban pada Selasa, 12 Februari 2024, dan seterusnya di tempat yang sama.
Kejahatan ini terus berlanjut hingga aksi yang kedelapan, ketika korban tak sengaja menelpon ibunya melalui WhatsApp saat sedang melakukan persetubuhan dengan pelaku.
Kebetulan, ibu korban yang menerima panggilan tersebut, terbangun dari tidurnya dan langsung mencari tahu apa yang terjadi.
Saat melihat ke dalam kamar korban, ibu korban dihadapkan pada kenyataan yang mengejutkan: anaknya sedang digerayangi oleh seorang pemuda.
Tak berlama-lama, petugas PPA Satreskrim Polres Bangka Selatan langsung bertindak cepat. Pelaku ditangkap di kediaman orang tuanya dan sejumlah barang bukti berhasil disita, termasuk pakaian yang digunakan saat melakukan perbuatan bejat. Pelaku dihadapkan pada ancaman hukuman berat sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Kisah ini menggambarkan bagaimana teknologi dapat menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, kemudahan komunikasi membuka akses informasi yang tak terbatas, tetapi di sisi lain, juga memberikan peluang bagi pelaku kejahatan untuk memanipulasi dan merayu korban, seperti yang terjadi dalam kasus ini.
Pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas anak-anak mereka di dunia digital menjadi poin krusial yang perlu diperhatikan dalam era digitalisasi ini.
Kasus ini juga menjadi alarm bagi masyarakat untuk lebih proaktif dalam melaporkan dan mengatasi kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak-anak.
Melalui kerjasama antara keluarga, sekolah, dan lembaga penegak hukum, diharapkan kasus serupa dapat dicegah dan pelaku dapat diadili sesuai dengan hukum yang berlaku.*
(Gust11rawan)