DAMPAK PERTAMBANGAN TIMAH TERHADAP KAWASAN WISATA DI BANGKA
PANGKALPINANGPOST.COM (Pangkalpinang) – || Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dikenal sebagai daerah yang kaya sumber daya alam dan juga menyimpan hasil bumi yang kaya. Kepulauan Bangka Belitung terletak di dekat Provinsi Sumatera Selatan yang dikenal sebagai satu-satunya daerah penghasil timah di Indonesia. Nama Bangka juga berasal dari Wangka yang artinya timah.Sejauh ini, di Provinsi Bangka Belitung,pertambangan timah telah menjadi sektor utama dalam struktur ekonomi masyarakat.Semenjak harga Timah menjulang tinggi semakin banyak juga masyarakat yang ingin membuka pertambangan timah di berbagai lahan.
Lahan adalah daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan baik yang diciptakan oleh alam ataupun pengaruh manusia yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunanya seperti iklim,relief,aspek geologi dan hidrologi.
Semua kegiatan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti pertanian, pemukiman, transportasi, industri, dan rekreasi, selalu terkait dengan tanah, sehingga menjadikannya sumber daya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia.
Kerusakan lahan dari pertambangan dapat terjadi selama kegiatan pertambangan.
Dampak yang ditimbulkan akan berbeda pada setiap jenisnya.
Sebagian besar kerusakan lahan yang terjadi disebabkan oleh oleh perusahaan tambang yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dan adanya penambangan tanpa izin (PETI) yang melakukan proses penambangan secara liar dan tidak ramah lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2002).
Kegiatan penambangan timah, baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun masyarakat, memiliki dampak lingkungan berupa perubahan bentang alam dan degradasi tanah dan air. tadinya lahan hutan dan kebun sekarang berubah menjadi daratan yang sangat kritis dan kolong-kolong air .
Terjadinya lahan kritis bermula dari aktivitas masyarakat di dalam kegiatan penambangan timah tanpa disertai adanya rehabilitasi lahan.
Banyaknya kegiatan penambangan timah yang semakin meningkat menyebabkan dampak kerusakan lingkungan dan kerusakan ekosistem. Sebab, obyek penambangan hampir mencakup ke segala aspek ekosistem alam.
Beberapa penambang inkonvensional telah merusak area pesisir, diantaranya pantai.
Pantai di Bangka merupakan tempat yang sering di datangkan oleh wisatawan dari luar daerah dengan keindahan nya yang bagus dan tenang untuk liburan.
Akan tetapi semenjak masyarakat Bangka telah membuka lahan pertambangan timah di pantai menyebabkan air pantai menjadi keruh dan tidak nyaman di lihat untuk wisatawan dari dalam ataupun luar daerah.
Dikutip dari salah satu media online bangka belitung Saat ini, sektor timah banyak memberikan dampak perubahan beragam di Kepulauan Bangka Belitung, mulai dari akses kesejahteraan ekonomi masalah lingkungan hidup, konflik sosial sesama masyarakat, rendahnya kepatuhan penambang terhadap regulasi, kerancuan otoritas perizinan tambang, hingga relasi politis pemilik modal tambang dan pemerintah menambah buruk situasi kebijakan tata kelola pertambangan. Ini menunjukkan bahwa selain dari aspek produksi timah yang dihasilkan di atas, ada dampak yang dirasakan secara lokal di daerah sekitar tambang.
Selain itu juga, penambangan timah di pantai Banyak nya menggunakan Kapal Keruk (KK), Kapal Isap Produksi (KIP), Ponton Isap Produksi (PIP), dan BWD (Bucket Well Dredge).
Penambangan timah lebih banyak dilakukan di laut dibandingkan dengan daratan, hal ini disebabkan karena jumlah cadangan timah pada daerah laut masih memadai untuk
ditambang.
Kesimpulannya jika pemerintah tidak menanggulangi atau rehabilitasi maka wisata yang berupa pantai bakal sedikit pengunjung nya karena melihat airnya yang keruh, dan juga Generasi Pewaris akan menderita bencana di wilayah pesisir,yang hingga kini terus menangkap ikan kontradiksi antar daerah semakin sempit dengan meningkatnya biaya produksi, karena aktivitas penambangan ekstraktif memimpin kapal, boleh memanfaatkan potensi yang melekat dalam laut, tapi harus dipertimbangkan dampak terhadap kerusakan ekosistem laut dan pencemaran lingkungan yang disebabkan.
Dampak dari kegiatan ini akan terasa di masa yang akan datang. (*)
Puja Iskandar
Mahasiswi Stisipol P 12 Prodi Ilmu Administrasi Negara semester 3