Ribuan Tin Slag Masuk Bangka, ‘Mega Proyek’ PT Timah Cari Untung Bagi Oknum Atau Kerugian Bagi Negara?
PANGKALPINANGPOST.COM PANGKALPINANG – Persoalan pengiriman tin slag atau terak hasil dari kerjasama peleburan mitra perusahaan PT Timah di Kelapa Kampit Belitung Timur (Beltim) dan dikirim ke Air Mesu Pangkalan Baru Bangka Tengah, dengan jumlah material sebanyak 1.737 ton dengan rincian : Terak I tahun 2019 : 325.727 Kg, Terak I tahun 2020 : 50.416,00 Kg dan Terak II : 1.361.553,00 Kg sampai saat ini tetap menuai perhatian publik.
Tak cuma itu, persoalan tin slag ini pun ramai ‘menghiasi’ pemberitaan media online lokal maupun nasional, lantaran pengiriman sejumlah tin slag milik PT Timah itu diduga sarat ‘kejanggalan’.
Bahkan persoalan pengiriman tin slag dengan kadar SN mencapai 22%, dan masih bernilai ekonomis untuk keuntungan perusahaan, tentunya mengundang sejumlah pertanyaan bagi publik maupun pegiat pers guna mengali persoalan tin slag yang dikaitkan dengan jumlah produksi balok timah dari kerjasama peleburan dengan smelter mitra perusahaan di Belitung Timur(Beltim) pada tahun 2019-2020.
Lantas, apakah berbanding lurus antara nilai produksi balok timah terhadap jumlah material tin slag yang diperoleh atau dilebur kembali ke smelter di daerah Air Mesu Kecamatan Pangkalan Baru Kabupaten Bangka Tengah?.
Rbuan ton tin slag ini pun diakui oleh Rudy direktur PT Samudera Kopan Metalindo (perusahaan smelter) jika sejumlah tin slag tersebut usai tiba di Bangka memang ditampung di pabriknya, hanya saja menurut ia di smelternya hanya menerima jasa peleburan saja dari PT Timah.
Bahkan pimpinan PT Samudera Kopan Metalindo ini justru tidak menampik untuk kelengkapan dokumen perizinan peleburan tin slag sebagai limbah B3 tidak dimiliki, bahkan surat perjanjian kerjasama atau SPK masih berada di pihak PT Timah.
“Kita gak ngurusin izin pengirimannya, apa bagaimana itu urusan PT Timah dengan pihak ekspedisi, kita hanya menerima barangnya dan nggak ambil pusing dengan ekpedisinya atau sana situ yang lainnya,” tegas Rudi,.Selasa (16/11/2021).
Pantauan jejaring tim media Pers Babel belum lama ini di lapangan, jika sejumlah tin slag tersebut, usai didatangkan dari Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung ke pulau Bangka terlihat sejumlah tin slag milik PT Timah berada di dalam lokasi pabrik atau tak jauh dari bangunan gudang pabrik perusahaan, di wilayah Air Mesu, Pangkalan Baru, Bangka Tengah.
Sehingga persoalan peleburan tin slag ke smelter mitranya tidak melebar ke persoalan lainnya sebagai pintu masuk menggali ketidakberesan pola kerjasama peleburan pasir timah yang dikaitkan dengan laporan keuangan perusahaan di tahun 2019 dan 2020.
Berdasarkan data dan informasi yang dihimpun oleh jejaring tim media Pers Babel ada beberapa perusahaan smelter swasta di Babel yang tidak terdaftar di Kementerian ESDM yang berkerjasama dengan perusahaan PT Timah, apakah PT Samudera Kopan Metalindo termasuk smelter yang tidak terdaftar?
Namun sayangnya Kepala Bidang Komunikasi Perusahaan PT Timah Tbk atau Humas Perusahaan PT Timah Tbk Anggi Siahaan justru tidak bisa ditemui, lantaran dirinya sedang rapat. Demikian juga hal dengan pejabat dari PT Timah lainnya yang dianggap berkompeten namun serupa tidak satupun pihak yang dapat memberi informasi atau klarifikasinya terkait persoalan ini kepada awak media, Selasa (16/11/2021).
Oleh karenanya, semakin menguat disinyalir bagi jejaring media Pers Babel atau jika ‘ada sesuatu’ yang ditutupi oleh perusahaan tambang timah negara ini, dan jika publik atau masyarakat Bangka Belitung menilai persoalan pengiriman tin slag dari smelter di Kabupaten Beltim.
Selanjutnya, sejumlah material itu pun dikirim guna untuk dilebur kembali pabrik smelter PT Samudera Kokan Metalind, hal ini pun malah mengundang sejumlah pertanyaan publik, lantaran ada kejanggalan dalam proses kerjasama peleburan pasir timah yang menyisakan limbah sisa hasil proses produksi timah balok yang disebut tin slag atau terak masih berkadar SN 22,2 % yang dinilai cukup tinggi, mengungkapkan PT Timah lemah dalam pengawasan kerjasama dan Quality Control produksi.
Jika jumlah material terak 1 atau tinslag kadar sn 22,4 % (tahun 2019) : 325.727.00 kg + Terak 1 (tahun 2020) 50.416.00 kg Sn= 376.14 x 22,49% = 84.595.560kg Sn(84,5 m ton ) dengan asumsi recovery logam =90%,
Terak 2 sn kadar 4,41 % (tahun 2020) sebanyak : 1.361.553 kg x 4,41% = 60.044.kgSn (60 m.ton) dg asumsi recovery logam 90%.
Total terak 1 + 2 : (84.595 +
60.044 = 144 mton dalam bentuk balok timah) dg grade 99.92%.
Estimasi 1 USD Rp 14.200 x harga LME USD 37.000 = 533.561.000/metrik ton
Harga 533.561.000 x 144 ton = Rp 77 miliar – Recovery 40%/biaya lain-lainnya = Rp 30 miliar.
Hasil tin slag yang dilebur kembali ke smelter PT Samudera Kopan Metalindo maka diperkirakan didapatkan angka Rp 30 miliar, sesuai dengan jumlah tin slag terkirim sama dengan Surat keterangan Pengiriman dari Kepala Unit Produksi Belitung, Sigit Prabowo.
Selanjutnya, dapat dibandingkan beberapa total produksi balok timah dari pasir timah yang telah dilebur di smelter mitranya di Beltim pada tahun 2019-2020. Pertanyaannya apa sama dengan laporan keuangan perusahaan pada tahun 2019-2020? Benarkah hasil miliaran rupiah ini masuk dalam pecatatan laporan income laba perusahaan?
Jika ada selisih yang lebih dominan dalam laporan keuangan pada tahun 2019-2020, hal ini sungguh patut diduga ada ‘kongkalikong’ antar oknum pejabat PT Timah dengan mitra perusahaan memiliki smelter terindikasikan ada upaya menyeting tin slag untuk sengaja menjadi limbah berkadar SN diatas 4β .
Wajar saja kegiatan pengiriman ribuan ton tin slag ini disinyalir merupakan proyek akhir tahun guna ‘bagi-bagi kue’ kepada segelintir oknum pejabat di PT Timah dengan modus menganggap tin slag adalah limbah hasil produksi yang nantinya dihapus dari daftar aset perusahaan sebagai sumber pendapatan lainnya bagi perusahaan PT Timah dan berpotensi merugikan negara. (KBO Babel)